Rahim Pengganti

Bab 71 "Mama Ratih Jatuh Pingsan"



Bab 71 "Mama Ratih Jatuh Pingsan"

0Bab 71     

"Mama Ratih Jatuh Pingsan "     

Sudah lima bulan lamanya Della di dalam penjara, dan selama ini juga sudah banyak perubahan yang terjadi. Tak pernah sekali pun Bian datang untuk membesuk istrinya itu, padahal Carissa selalu meminta suaminya untuk datang.     

Bukan tanpa sebab Caca meminta hal itu, semua karena status keduanya yang masih sepasang suami istri. Entah sampai kapan, Bian akan bersikap seperti ini. Sejujurnya ada rasa kecewa dengan hubungan ini.     

Bian mungkin mengatakan bahwa, tidak ada rasa sayang dengan Della lagi, namun yang terjadi sebenarnya tidak masih ada bayang bayang Della di hubungan mereka berdua. Ingin marah? Tidak Caca tidak bisa melakukan hal itu, statusnya hanya istri kedua dan selamanya akan seperti itu. Raga Bian memang tidak pernah bertemu langsung dengan Della, tapi orang suruhan Bian selalu memberikan kabar tentang wanita itu.     

Carissa tahu, wanita itu mengetahui itu semua. Pernah beberapa kali, Carissa mendengar perbincangan Bian dengan orang orangnya.     

"Mikirin apa," ujar Bian sembari memeluk istrinya dari belakang. Caca langsung merubah ekspresi wajahnya, wanita itu tidak mau membuat suaminya curiga.     

"Gak mikirin apa apa kok Mas," jawabnya. Bian memeluk erat Carissa, pria itu menempelkan kepalanya di leher sang istri, sesekali Bian mengecup leher itu meninggalkan sebuah tanda.     

"Jangan dibuat tanda Mas. Gak enak sama Mama," ujar Caca. Bian tersenyum, kedua masih tinggal bersama dengan Mama Ratih semua ini juga karena Caca ingin merawat mertuanya itu. Sejak kejadian beberapa bulan lalu, kondisi kesehatan Mama Ratih sering drop.     

Tok     

Tok     

Tok     

Suara ketukan pintu terdengar jelas, Carissa segera melepaskan pelukan sang suami dan segera membuka pintu.     

"Ada apa bi?" tanya Carissa.     

Terlihat dari raut wajah bi Sumi saat ini rasa takut dan khawatir jadi satu. Hal itu membuat Carissa semakin bingung. "Ada apa bi. Kenapa? Coba jelaskan sama saya," ucap Carissa lagi. Suara dengan nada sedikit tinggi itu membuat Bian ikut menyusul istrinya yang masih berada di depan pintu. Pria itu juga menanyakan kepada bi Sumi. Hingga akhirnya asisten rumah tangga mereka itu membuka suaranya.     

"Nyonya Ratih jatuh pingsan den. Sekarang ada di bawah."     

Duarrr     

Mendengar ucapan itu membuat Carissa dan Bian kaget, keduanya segera turun ke bawah dapat dia lihat bi Susi menangis melihat kondisi Mama Ratih. Tanpa banyak kata lagi, Bian segera mengangkat sang Mama dibantu oleh supir mereka. Carissa sudah berada di dalam mobil untuk menyambut Mama Ratih.     

"Ayo pak, cepat kita ke rumah sakit. Saya tidak mau terjadi, sesuatu dengan Mama saya," ucap Bian. Dengan kecepatan yang sangat tinggi, supir keluarga mereka membawa mobil tersebut, sepanjang jalan Carissa dan Bian berusaha membuat Mama Ratih sadar, keduanya sangat takut dengan apa yang terjadi. Sungguh sampai detik ini, Bian masih belum bisa menerima kepergian sang Papa, dan saat melihat Mamanya dalam kondisi sekarang gelenyar masa lalu terlintas kembali.     

***     

Di depan unit gawat darurat rumah sakit Sekar Abadi, keduanya saat ini menunggu bagaimana keadaan Mama Ratih, Carissa sudah berada di dalam dekapan suaminya, wanita it uterus menangis memikirkan semua hal yang akan terjadi, rasa takut menyelimuti keduanya. Yang sekarang mereka lakukan adalah berdoa, supaya semuanya baik-baik saja.     

Tiga puluh menit berlalu, pintu ruangan tersebut terbuka. Caca dan Bian segera bangkit dari tempat duduknya, dengan raut wajah serius keduanya bertanya bagaimana kondisi sang Mama. Dokter yang sudah cukup berumur itu menatap keduanya secara bergantian, hal ini membuat Caca dan Bian semakin takut, tangan keduanya saling menggengam, menguatkan satu dengan lainnya.     

"Bagaimana kondisi Mama saya dokter?" tanya Bian.     

Terdengar sangat jelas, helaan napas berat dari dokter tersebut. "Kondisi ibu anda sudah membaik, namun saat ini kami akan melakukan observasi kepada beliau. Tekanan darahnya sangat tinggi, membuat jantungnya juga bermasalah. Sepertinya ada hal yang membuat beliau syok, sehingga jatuh pingsan. Untunglah beliau tidak terkena stroke."     

Ucapan yang dilontarkan dokter tersebut membuat Bian dan Carissa saling menatap. Kabar apa yang didengar oleh sang Mama hingga membuatnya drp seperti saat ini.     

"Saya harap, kalian menjaga kesehatan beliau. Tolong jangan berikan kabar yang buruk, kondisinya akan semakin parah jika kalian tidak bisa menjaganya. Ingat kemungkinan beliau stroke itu sangat besar," lanjut dokter tersebut. Setelah mengatakan hal tersebut, dokter itu segera pergi dari sana. Carissa dan Bian kemudian duduk kembali dikursinya, sembari menunggu sang Mama untuk dipindahkan ke ruang rawat.     

"Apa yang terjadi Mas. Kenapa Mama bisa seperti ini," ucap Caca. Wanita itu sangat takut, takut sesuatu hal yang buruk terjadi. Bian hanya diam, pria itu lalu meraih handphone meminta seseorang yang dia hubungi untuk mencari tahu apa yang terjadi sebenarnya.     

***     

Sisika yang diberitahu tentang kondisi sang Mama segera pergi dari tempat. Wanita itu terlihat sangat panic. Sama halnya dengan Bian dan Carissa, Siska juga tidak ingin sesuatu hal terjadi kepada ibunya. Dengan mengendarai mobilnya dengan kecepatan sangat tinggi, membuat Siska bisa sampai di rumah sakit dalam waktu yang sangat singkat.     

Ceklek     

Pintu ruang rawat Mama Ratih terbuka. Di sana ada Siska yang sedang berdiri menatap ke arah tempat tidur. Wanita yang sudah melahirkannya itu terbaring lemah dan belum sadarkan diri. Carissa yang melihat adik iparnya segera menghampiri Siska dan memeluk adiknya itu Caca tahu bagaimana perasaan Siska saat ini, bukan hanya dirinya tapi Siska juga pasti terpukul dengan apa yang terjadi.     

"Mama mbak. Mama," ucapnya dengan derai air mata yang sudah mengalir sangat deras.     

"Stt, kita berdoa untuk Mama ya, mbak yakin kalau Mama akan baik-baik saja," ucap Caca.     

Keduanya lalu duduk didekat tempat tidur Mama Ratih, di sisi kiri ada Siska dan di sisi kana nada Carissa sedangkan Bian duduk di sofa, sembari menunggu kabar dari orangnya tentang apa yang sudah terjadi, sehingga kondisi sang Mama tidak stabil seperti saat ini.     

Tngan Mama ratih bergerak, wanita paruh baya itu mulai membuka matanya, Caca yang melihat hal itu segera menekan tombol biru untuk memanggil suster dan juga dokter. Bian dan Siska yang sempat tertidur segera bangun. Mereka semua menunggu dokter untuk memriksakan keadaan Mama Ratih.     

"Syukurlah pasien sudah mulai membaik. Kalian harus ingat dengan apa yang sudah saya sampaikan tadi. Saya permisi," ujar dokter itu. Bian dan Carissa mengucapkan banyak terima kasih kepada dokter itu, Siska sudah mendekat ke arah sang Mama dan memeluk Mamanya itu.     

"Mama gak boleh sakit. Mama harus sembuh," ucap Siska. Mama Ratih tersenyum ke arah anaknya itu, Caca juga ikut mendekat senyum di bibir Mama Ratih memudar hal itu membuat Carissa merasakan ada sesuatu hal yang saah dengan sikap sang Mama mertua. Karena Mama Ratih tidak pernah bersikap seperti saat ini.     

Siska diminta keluar dari ruangan tersebut, karena Mama Ratih ini berbicara dengan Bian dan Carissa. Melihat sikap sang mertua seperti ini, semakin membuat Caca tidak tenang ada rasa takut yang menyerang wanita itu. Seolah ada rahasia besar yang akan terbongkar.     

"Apa maksud kalian berdua?" tanya Mama Ratih dengan nada bicara dingin. Wanita paruh baya itu, berusaha menahan rasa sesak di dadanya, saat tahu sebuah fakta besar.     

"Apa yang Mama katakana, Bian dan negrti," ucap Bian.     

"Jelaskan maksud dari surat kontrak pernikahan kalian."     

Deg     

Deg     

Deg     

###     

Wihhh, ada apa ini. Terima kasih buat kalian semua ya, selamat membaca dan sehat terus semuanya. Love you guys.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.